
BERAU, KALIMANTAN TIMUR—Proyek pembangunan fender Jembatan Sambaliung di Berau, Kalimantan Timur, senilai hampir Rp35 miliar menuai sorotan tajam dari publik. Proyek yang dikerjakan oleh PT Energi Cahaya Alam (ECA) ini menjadi sasaran kritik tajam dari berbagai pihak, karena dianggap memiliki anggaran yang tidak masuk akal.
Berdasarkan data yang ada, proyek dengan anggaran APBD 2025 sebesar Rp34.999.979.000,00 ini seharusnya berfungsi untuk melindungi pilar jembatan dari hantaman kapal.
Namun, besarnya nominal ini memicu pertanyaan serius dari masyarakat, yang berpendapat bahwa dana sebesar itu seharusnya bisa digunakan untuk membangun satu jembatan utuh, bukan hanya sebagai pelindung.
“Dengan anggaran sebesar ini, seharusnya bisa dibangun satu jembatan baru. Ini hanya fender, ada apa sebenarnya?” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Selain dugaan pemborosan anggaran, proyek ini juga disorot karena aspek keselamatan kerja yang diabaikan. Berdasarkan pantauan di lapangan, standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terlihat tidak dipenuhi dengan baik. Para pekerja terekam bekerja dengan peralatan yang minim dan tanpa standar keamanan yang memadai, menimbulkan kekhawatiran akan potensi kecelakaan.
Ironisnya, dugaan pelanggaran tidak berhenti di sana. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa kapal yang digunakan untuk proyek ini, diduga tidak memiliki izin sandar yang resmi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait legalitas operasional dan pengawasan dari instansi terkait.
“Sangat miris, proyek sebesar ini dikerjakan tanpa mematuhi aturan dasar. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan,” ungkap seorang sumber.
Masyarakat kini menaruh harapan besar pada lembaga penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati), untuk segera turun tangan dan memeriksa proyek ini. Ada dugaan kuat bahwa anggaran sebesar itu bukan sekadar biaya pembangunan, melainkan ada indikasi korupsi besar-besaran yang merugikan keuangan negara.
“Kapalnya kadang hilang, kadang muncul. Ini ada apa? Jangan-jangan pekerjaan ini sengaja diperlambat,” tanya seorang warga yang merasa heran dengan kondisi di lapangan.
Untuk mendapatkan kejelasan terkait dugaan ini, tim jurnalis mencoba mengonfirmasi langsung kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUPR-Pera) Provinsi Kalimantan Timur, yang dikenal dengan panggilan Pak Nyoman. Namun, hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan memilih untuk bungkam dan tidak memberikan informasi resmi.
Sikap bungkam ini justru semakin mempertebal kecurigaan publik. Anggaran puluhan miliar yang berasal dari uang rakyat harus dipertanggungjawabkan dengan transparan. Ada dugaan kuat adanya kolusi antara oknum di pemerintahan dan pihak kontraktor, dan hanya investigasi independen yang bisa membongkar kebenaran di baliknya.
Publik menantikan jawaban pasti dari pihak berwenang, Transparansi dan akuntabilitas, ada apa di balik proyek fender Jembatan Sambaliung yang serba misterius ini? Apakah ini hanya kasus kelalaian atau skandal korupsi besar-besaran yang merugikan negara?
Akankah KPK dan Kejati berani membongkar dugaan mega korupsi ini dan menyeret para pelakunya ke meja hijau?