
Buser24jam com
Penulis: Alwi Jayadi
Jabatan: Dewan Komando Front Pejuang Keadilan (Dekom-FPK)
Memasuki tanggal 17 Agustus 2025, bangsa Indonesia akan merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) yang ke-80. Momentum bersejarah ini bukan hanya sekadar seremoni tahunan, tetapi juga menjadi pengingat bagi kita semua akan perjalanan panjang bangsa dalam merebut kemerdekaan.
Kemerdekaan yang kita nikmati hari ini lahir dari perjuangan para pahlawan yang rela mengorbankan waktu, tenaga, harta, bahkan darah dan nyawa demi satu cita-cita yaitu Indonesia merdeka. Mereka berjuang tanpa pamrih, dengan tekad bulat untuk membebaskan negeri dari belenggu penjajahan.
Merefleksi Kembali Sejarah tepatnya pada tanggal 17 agustus 1945 dimana Bung Karno membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagai simbol kemerdekaan rakyat Indonesia, merdeka dari penjajahan kolonialisme, tak berselang lama setelah itu dibentuklah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi negara Indonesia.
Dalam UUD itu terdapat poin-poin pengharapan (das solen) khususnya pada Alinea kedua yang berbunyi “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Setiap tanggal 17 agustus Masyarakat seringkali mengibarkan bendera dan berbondong-bondong turun kejalan untuk merayakan kemerdekaan dengan berbagai macam kegiatan seperti lomba balap karung, lomba kelereng, lomba makan kerupuk dan berbagai macam jenis lomba lainnya.
Namun, ada hal menarik sekaligus ironis dalam lomba-lomba 17 Agustusan yaitu Peserta yang ikut serta hampir selalu berasal dari kalangan masyarakat kecil, seolah-olah mereka sangat cocok dijadikan bahan tertawaan.
Lomba makan kerupuk, misalnya, tidak memberikan makna mendalam selain hiburan semata yang terkesan lucu. Lomba panjat pinang juga hanya menampilkan simbol semangat perjuangan dan kerja sama untuk meraih hadiah yang nilainya tidak seberapa.
Sementara itu para pejabat justru tengah “berlomba” dengan cara lain yaitu dengan berebut dan mengeksploitasi sumber daya alam negeri ini, yang nilainya jauh lebih tinggi. namun, rakyat kecil tertawa dalam lomba remeh, sementara kekayaan bangsa diperebutkan dan dieksploitasi tanpa mereka sadari.
Kemerdekaan bukan hanya simbol bendera yang berkibar, atau perlombaaan yang seru, tapi kemerdekaan yang sesungguhnya Adalah Ketika rakyat terbebas dari kemiskinan dan kebodohan, penindasan, dan ketidakadilan, namun faktanya sampai saat ini masih banyak Masyarakat yang miskin, dan ditambah dengan harga bahan pokok yang mencekik, sistem hukum dan politik yang hanya berpihak pada elit, tapi ditengah fakta ini kita masih sibuk menghibur diri dengan kegiatan kurang bermanfaat.
Kemerdekaan seharusnya diperingati dengan cara yang lebih mendidik: seperti diskusi kebangsaan, mengkaji atau merefleksi tentang sejarah perjuangan, merefleksi kinerja pemerintah yang belum maksimal di tahun-tahun yang telah berlalu, memberikan pemahaman kritis pada Masyarakat agar mampu menghadapi tantangan zaman.
Jika tidak demikian, maka setiap 17 Agustus kita hanya merawat kebodohan. dan sibuk tertawa di atas penderitaan Masyarakat kecil, menghibur diri dengan euforia murahan, dan bahkan lupa bahwa kemerdekaan sejati belum sepenuhnya kita raih.
Maka, pertanyaan itu layak kita ulangi: apakah hari ini kita sedang merayakan kemerdekaan, atau sekadar merawat kebodohan?
HMS(***)