
Babel- buser24 jam.
Dosen dan mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Bangka Belitung melakukan kunjungan ke SMKN dan SMAN 1 Simpang Katis, Bangka Tengah, upaya penerapan metode studi kasus dalam rangka memecahkan dan meneliti lebih lanjut masalah di kehidupan nyata. Salah satu masalah rendahnya angka partisipasi pendidikan tinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Stastik (BPS), tercatat remaja berusia 19 tahun ke atas di Bangka Belitung yang melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi hanya 15,52 persen. Angka ini berbeda jauh dengan rata-rata nasional, yang mencapai 31 persen, hal ini menjadikan Bangka Belitung sebagai provinsi dengan minat kuliah terendah di seluruh Indonesia.
Menurut salah satu guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMAN 1 Simpang Katis Ibu Desi, terungkap rata-rata siswa di sekolah tersebut merasa bingung dan tidak memiliki gambaran jelas tentang masa depan mereka. “Saat ditanya mengenai rencana setelah lulus, banyak siswa yang menjawab tidak tahu, bingung, dan belum memiliki gambaran tentang apa yang mereka ingin lakukan. Seringkali mereka tidak mengetahui minat dan bakat masing-masing,” ujar Ibu Desi.
Beliau menambahkan bahwa faktor lingkungan juga berperan dalam rendahnya minat siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. “Sekolah ini berada di daerah Kabupaten, bukan di wilayah perkotaan, sehingga para siswa kurang mendapatkan motivasi atau contoh dari sekitar mengenai pentingnya pendidikan tinggi. Pergaulan mereka juga banyak dipengaruhi oleh teman-teman yang tidak melanjutkan kuliah. Selain itu, lebih banyak siswa yang tertarik melanjutkan ke dunia kerja dan membuka usaha,” jelasnya. Kamis (25/4/2024)
Selanjutnya, penyebab utama rendahnya minat siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi adalah masalah ekonomi. Ibu Desi menyatakan bahwa kondisi ekonomi yang sulit dapat menjadi hambatan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. “Ada juga anak-anak dari kalangan kurang mampu, jadi untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan itu agak sulit karena mereka tidak memiliki biaya yang pada akhirnya membuat mereka memilih untuk langsung bekerja setelah lulus,” ujarnya.
Hal ini membuktikan kurangnya sosialisasi yang merata mengenai pentingnya pendidikan tinggi. Siswa-siswi di daerah yang jauh dari perkotaan tidak hanya kekurangan informasi, tetapi juga tidak memiliki panutan atau contoh sukses yang dapat menginspirasi mereka untuk melanjutkan pendidikan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengadakan program-program sosialisasi yang lebih merata tentang pentingnya pendidikan tinggi.
Hal ini juga menunjukkan bahwa kendala ekonomi menjadi hambatan utama bagi para siswa untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Untuk mengatasi hal ini, diperlukannya peningkatan akses informasi tentang beasiswa dari pemerintah, swasta, dan universitas. Sekolah juga harus berperan aktif dalam membantu siswa dengan penyelenggaran sosialisasi tentang berbagai program bantuan pendidikan yang tersedia.
Regulasi dari beasiswa juga harus tepat untuk memastikan bantuan yang diberikan benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan. Pemerintah dan Lembaga yang memberikan bantuan perlu menetapkan kriteria yang jelas dan transparan dalam proses seleksi penerima beasiswa, serta pengawasan ketat untuk memastikan dana yang diberikan digunakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan dukungan finansial yang memadai dan regulasi yang tepat diharapkan siswa-siswi yang terkendala ekonomi akan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi, karena pendidikan adalah hak semua orang.
Pernyataan tentang rendahnya angka partisipasi ke perguruan tinggi juga ditegaskan kembali oleh Tata Usaha Bagian Pengelolaan Keuangan SMKN 1 Simpang Katis, Bapak Sumantri menjelaskan bahwa sekitar 40% dari siswa-siswi lebih tertarik untuk bekerja daripada melanjutkan ke perguruan tinggi. Beliau menyebutkan dari pihak sekolah memang juga tidak terlalu fokus mempersiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, melainkan lebih menekankan persiapan siswa ntuk memasuki dunia kerja. “Kami aktif mengadakan sosialisasi dari perusahaan-perusahaan mitra untuk memberikan wawasan langsung mengenai dunia kerja, termasuk juga bekerja sama dengan perusahaan terkemuka seperti Honda dan lain-lain,” ungkapnya.
Meski demikian, Bapak Sumantri mengakui bahwa ada beberapa siswa yang memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. “Ada sebagian siswa yang memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah, tetapi jumlahnya sedikit. Mayoritas siswa tidak tertarik melanjutkan ke perguruan tinggi karena lebih memilih untuk bekerja,” tutupnya.
Di sisi lain, Restu Al-Fath salah satu siswa Jurusan Multimedia di SMKN 1 Simpang Katis, mengganggap pendidikan tinggi itu penting untuk meningkatkan peluang kerja di masa depan. Restu mengungkapkan bahwa keinginannya untuk berkuliah tidak hanya didorong oleh motivasi pribadi, melainkan juga didukung penuh oleh orang tua dan lingkungan sekitarnya. “Keinginan saya sendiri dan juga mendapat dukungan dari orang tua untuk berkuliah,” ujarnya.
Ia mengungkapkan keputusannya untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi juga didasari oleh keyakinan bahwa ilmu yang diperoleh dari SMK saja belum cukup untuk memenuhi tuntutan pasar kerja yang semakin kompetitif. Menurutnya dengan pendidikan yang tinggi, ia bisa lebih percaya diri sehingga bisa bersaing lebih baik di dunia kerja yang terus berkembang. Dengan tekad serta semangat untuk terus belajar dan berkembang, ia siap menghadapi tantangan di dunia pendidikan tinggi dan mempersiapkan diri sebagai bagian dari generasi yang akan membawa perubahan positif bagi masyarakat. “Saya percaya bahwa pendidikan tinggi sangat penting karena saya ingin menambah wawasan dan meraih peluang kerja yang lebih luas. Saya juga bercita-cita menjadi salah satu anak muda yang menyongsong Indonesia Emas 2045,” tuturnya.(Red)
Sumber: Mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Bangka Belitung