
Oleh: Muhamad Zen – Wartawan dan Aktivis Pemerhati Kebijakan Publik
Pangkalpinang-Buser24jam.
Berbagai komentar bahkan terbit artikel dari : Muhamad Zen – Wartawan dan Aktivis Pemerhati Kebijakan Publik mengungkapkan “sebagai wartawan sekaligus aktivis pemerhati kebijakan publik lahir dan besar di Bangka Belitung, saya menulis ini bukan semata mengkritik, tetapi mengetuk hati. Ini bukan hanya tentang pajak, tetapi juga tentang harga diri daerah!, Kita punya hak untuk berdiri tegak di tanah sendiri, tanpa merasa seperti penonton di rumah sendiri.
Kata ungkapan perduli terhadap tanah kelahiran dan pembangunan daerah Muhammad Zen memberikan gambaran di Pelabuhan Multi Purpose Pangkalbalam-Pangkalpinang Bangka pemandangan itu sudah jadi rutinitas: truk-truk tangki raksasa berplat BE dan BG berjejer, mengangkut minyak sawit mentah (CPO) tentunya memiliki nilai jual miliaran rupiah
Namun transportir (truck pengangkut) Platnya bukan BN, melainkan BE maupun BG padahal rutinitas cukup lama putaran roda melindas aspal Bangka Belitung, yang hanya mendapatkan debu dan karbon knalpot tersebar membekas jalanan rusak hingga menanggung beban pajak jalan ke masyarakat
Regulasi sebenarnya terang benderang: kendaraan berplat luar hanya boleh “numpang” sebulan sebelum wajib mutasi ke plat lokal. Lewat dari itu, mereka harus bayar pajak daerah. Tapi faktanya, armada-armada ini sudah bertahun-tahun mondar-mandir. Pajak tidak dibayar, STNK tidak sesuai, uji kelayakan pun menjadi keraguan.
Zen mempertanyakan apakah aparat tahu, dinas tahu, pengusaha tahu — tapi kata kunci sayup terdengar: “nanti.”
“Nanti kami sosialisasi.”
“Nanti kalau punya uang.”
“Nanti mutasi.”
“Nanti-nanti-nanti…”
Ironisnya, gubernur sudah mengumumkan mutasi kendaraan gratis dan dipermudah. Jadi apa lagi alasannya? Gratis pun masih ogah. Seolah-olah Bangka Belitung ini cuma tempat parkir sementar.
Muhammad Zen mengkritisi kita yang punya jalan, mereka yang punya pajak. Kita yang keluar biaya pemeliharaan jalan, mereka yang keluar biaya operasional di provinsi lain.
“Kemana bagian pengawas”
Entah kesibukan apa yangg di lakukan, padahal sumber pemasukan daerah yang paling sederhana dari pajak kendaraan. Bukannya ditarik maksimal, justru dibiarkan. Dinas Perhubungan provinsi seperti terlelap tidur panjang. Kalau memang ingin tidur lebih nyenyak, barangkali kepala dinasnya bisa disiapkan kursi panjang sekalian agar lebih nyaman beristirahat — karena jelas, pengawasan belum terlihat.
Sebagai putra daerah, saya merasa ini bukan hanya persoalan teknis pajak, tapi soal martabat. Kita seperti tuan rumah yang membiarkan tamu numpang makan, tidur, mandi, tapi belanja di tetangga sebelah. Kita cuma kebagian mencuci piringnya. Jalanan kita rusak, udara kita tercemar, tapi pendapatan kita nihil.
Lucunya lagi, puluhan unit kendaraan itu bahkan masih menggunakan nomor polisi tahun 2024. Uji kelayakan? Entah ada entah tidak. Rasanya kita seperti sedang menonton film komedi: aturan ada, tapi tak ada pemeran utama yang berani menegakkannya.
Masyarakat pun mulai resah. Muncul suara-suara ingin menghentikan masuknya kendaraan plat luar. Tapi tanpa ketegasan pemerintah, itu cuma jadi keluhan di warung kopi. Padahal penegakan aturan sederhana saja bisa mengembalikan miliaran rupiah ke kas daerah dan menjaga wibawa Bangka Belitung.
Gubernur Bangka Belitung harus turun tangan. Dalam kesempatan pertama, seharusnya gubernur memanggil para pengusaha dan pelaku transportir untuk diajak dialog, melibatkan wakil rakyat di DPRD. Pemimpin harus tegas: memilih untuk terus dilecehkan atau mengambil sikap. Karena kepemimpinan tidak hanya diukur dari program, tetapi keberanian untuk menegakkan aturan dan menjaga marwah daerahnya.
Ini bukan sekadar soal plat BE dan BG versus BN. Ini soal hak masyarakat Bangka Belitung untuk mendapatkan kembali manfaat dari setiap roda yang menggilas aspalnya, sekaligus menjaga harga diri daerah. Karena tanpa itu semua, kita hanya jadi penonton di rumah sendiri, sementara “pesta” pajak dan untung-untungan terjadi di tempat lain.
Sudah saatnya Bangka Belitung berhenti jadi tempat gratisan. Sudah saatnya regulasi ditegakkan, pajak ditarik, plat dimutasi, dan aparat bangun dari tidur panjangnya. Karena ini bukan hanya tentang pajak; ini tentang kita, tentang martabat kita, tentang keberanian kita menjaga rumah sendiri.
———————–
Catatan Redaksi:
Isi narasi opini ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan atas penyajian artikel ini, Anda dapat mengirimkan artikel atau berita sanggahan/koreksi kepada redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sanggahan dapat dikirimkan melalui email atau nomor WhatsApp redaksi sebagaimana tertera pada box Redaksi.. ( rus)